Kamis, 23 Agustus 2012

IDEOLOGI POLITIK – PRANATA




A.            PRANATA SOSIAL
Dalam kehidupan sehari-hari istilah institution (menurut ilmu sosiologi berarti pranata) sering dipadankan dengan istilah institute (terjemahan dalam bahasa Indonesia adalah lembaga). Berangkat dari kekeliruan inilah, maka penggunaan istilah-istilah ini dalam Bahasa Indonesia harus dibedakan secara tegas. Institution (pranata) adalah sistem norma atau aturan yang menyangkut suatu aktivitas masyarakat yang bersifat khusus. Sedangkan institute (lembaga) adalah badan atau organisasi yang melaksanakannya.
Menurut Horton dan Hunt (1987), yang dimaksud dengan pranata sosial adalah suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang penting. Dengan kata lain, pranata sosial adalah sistem hubungan sosial yang terorganisir yang mengejawantahkan nilai-nilai serta prosedur umum yang mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat. Oleh karena itu, ada tiga kata kunci di dalam setiap pembahasan mengenai pranata sosial yaitu:
a.       Nilai dan norma
b.      Pola perilaku yang dibakukan atau yang disebut prosedur umum.
c.       Sistem hubungan, yakni jaringan peran serta status yang menjadi wahana untuk melaksanakan perilaku sesuai dengan prosedur umum yang berlaku.
Koentjaraningrat (1979) berpendapat yang dimaksud dengan pranata-pranata sosial adalah sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Pranata sosial pada hakikatnya bukan merupakan sesuatu yang bersifat empirik, karena sesuatu yang empirik unsur-unsur yang terdapat di dalamnya selalu dapat dilihat dan diamati. Sedangkan pada pranata sosial unsur-unsur yang ada tidak semuanya mempunyai perwujudan fisik. Pranata sosial adalah sesuatu yang bersifat konsepsional, artinya bahwa eksistensinya hanya dapat ditangkap dan dipahami melalui sarana pikir, dan hanya dapat dibayangkan dalam imajinasi sebagai suatu konsep atau konstruksi pikir.
Unsur-unsur dalam pranata sosial bukanlah individu-individu manusianya itu, akan tetapi kedudukan-kedudukan yang ditempati oleh para individu itu beserta aturan tingkah lakunya. Dengan demikian pranata sosial merupakan bangunan atau konstruksi dari seperangkat peranan-peranan dan aturan-aturan tingkah laku yang terorganisir. Aturan tingkah laku tersebut dalam kajian sosiologi sering disebut dengan istilah “norma-norma sosial”.

B.            Tujuan dan Fungsi Pranata Sosial
Diciptakan pranata sosial pada dasarnya mempunyai maksud serta tujuan yang secara prinsipil tidak berbeda dengan norma-norma sosial, karena pranata sosial sebenarnya memang produk dari norma sosial. Secara umum, tujuan utama diciptakannya pranata sosial, selain untuk mengatur agar kebutuhan hidup manusia dapat terpenuhi secara memadai, juga sekaligus untuk mengatur agar kehidupan sosial warga masyarakat bisa berjalan dengan tertib dan lancar sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Sebagai contoh, pranata keluarga mengatur bagaimana keluarga harus memelihara anak. Sementara itu, pranata pendidikan mengatur bagaimana sekolah harus mendidik anak-anak hingga menghasilkan lulusan yang handal. Tanpa adanya pranata sosial, kehidupan manusia nyaris bisa dipastikan bakal porak-poranda karena jumlah prasarana dan sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia relatif terbatas, sementara jumlah warga masyarakat yang membutuhkan justru semakin lama semakin banyak.
Untuk mewujudkan tujuannya, menurut Soekanto (1970), pranata sosial di dalam masyarakat harus dilaksanakan dengan fungsi-fungsi berikut:
1.       Memberi pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana bertingkah laku atau bersikap di dalam usaha untuk memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
2.       Menjaga keutuhan masyarakat dari ancaman perpecahan atau disintegrasi masyarakat.
3.       Berfungsi untuk memberikan pegangan dalam mengadakan sistem pengendalian sosial (social control).

C.            Karakteristik Pranata Sosial
Dalam kehidupan masyarakat banyak ditemui pranata sosial, sehingga sering tidak mudah untuk membedakan antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, untuk pemahaman lebih lanjut perlu kiranya mengenali karakteristik umum dari pranata sosial yang dikemukakan oleh Gillin and Gillin, sebagai berikut: (Soemardjan dan Soemardi, 1964:67-70).
Pranata sosial terdiri dari seperangkat organisasi daripada pemikiran-pemikiran dan pola-pola perikelakuan yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan. Karakteristik ini menegaskan kembali bahwa pranata sosial terdiri dari sekumpulan norma-norma sosial dan peranan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Dapat dikatakan bahwa:
1.      Pranata sosial itu relatif mempunyai tingkat kekekalan tertentu. Artinya, pranata sosial itu pada umumnya mempunyai daya tahan tertentu yang tidak lekas lenyap dalam kehidupan bermasyarakat.
2.      Pranata sosial itu mempunyai tujuan yang ingin dicapai atau diwujudkan. Tujuan dasarnya adalah merupakan pedoman serta arah yang ingin dicapai. Oleh karena itu, tujuan akan motivasi ataupun mendorong manusia untuk mengusahakan serta bertindak agar tujuan itu dapat terwujud. Dengan tujuan inilah maka merangsang pranata sosial untuk dapat melakukan fungsinya.
3.      Pranata sosial merupakan alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuannya. Alat-alat perlengkapan pranata sosial dimaksudkan agar pranata yang bersangkutan dapat melaksanakan fungsinya guna mencapai tujuan yang diinginkan.
4.      Pranata sosial itu mempunyai dokumen, baik yang tertulis maupun tidak. Dokumen ini dimaksudkan menjadi suatu landasan atau pangkal tolak untuk mencapai tujuan serta melaksanakan fungsinya.
D. Tipe-Tipe Pranata Sosial
Dalam kehidupan masyarakat terdapat berbagai macam pranata sosial, dimana satu dengan yang lain sering terjadi adanya perbedaan-perbedaan maupun persamaan-persamaan tertentu. Persamaan dari berbagai pranata sosial itu diantaranya, selain bertujuan untuk mengatur pemenuhan kebutuhan warganya, juga karena pranata itu terdiri dari seperangkat kaidah dan pranata sosial. Sedangkan perbedaannya, seperti dikemukakan oleh J.L. Gillin dan J. P. Gillin (1954), bahwa pranata sosial itu diantaranya dapat diklasifikasikan menurut:
1.      Tingkat kompleksitas penyebarannya
2.      Orientasi nilainya

D.1. Tingkat kompleksitas penyebarannya
Besar kecilnya atau luas sempitnya jangkauan pranata sosial dalam kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor. Faktor dari dalam pranata sosial terkandung nilai-nilai tertentu, sehingga kemampuan nilai-nilai untuk memenuhi kebutuhan manusia itulah yang turut menentukan luas sempitnya penyebarannya. Faktor yang dari luar pranata sosial diantaranya adalah bagaimana persepsi dan kepentingan masyarakat terhadap nilai serta peranan yang dimiliki oleh pranata sosial, sehingga adanya tanggapan yang baik dan adanya kepentingan yang kuat akan memberi peluang yang lebar untuk dapat diterima serta menyebar luas di masyarakat.
Dengan mendasarkan diri pada tingkat kompleksitas penyebarannya, maka pranata sosial dapat dikategorikan ke dalam dua bentuk, yaitu:

a.      General social institutions
 Sesuai dengan namanya, maka pranata sosial ini dapat dikatakan hampir terdapat di setiap bentuk masyarakat, sehingga bersifat universal. Dari kenyataan yang demikian membuktikan bahwa pranata sosial mempunyai nilai yang tinggi dalam kehidupan masyarakat terutama untuk kelangsungan hidupnya. Luasnya jangkauan penyebaran pranata sosial yang demikian ini berarti dikenal, diakui, dan diterimanya pranata sosial itu oleh sebagian besar atau bahkan oleh seluruh umat manusia sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pranata sosial jenis ini dapat dikatakan netral, umum, atau tidak memihak terhadap komponen atau unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Agama merupakan salah satu contoh dari pranata sosial yang bersifat universal atau umum yang menghimpun dari berbagai macam agama tertentu, tanpa memihak terhadap salah satu agama tertentu tersebut

b.      Restricted social institutions
Pranata sosial ini pada umumnya mempunyai corak yang khas atau khusus dalam kehidupan masyarakat. Kenyataan ini dipengaruhi oleh kaidah-kaidah serta peranan-peranan yang terdapat di dalam pranata itu mempunyai kekhususan. Karena sifat yang demikian, maka pola penyebarannya relatif lebih terbatas dibandingkan dengan pranata yang umum. Hal ini juga disebabkan oleh relatif lebih kecilnya kepentingan serta terbaginya minat warga ke dalam pranata lain yang bersifat khusus. Oleh karena itu, pranata ini daya jangkaunya hanya terbatas pada kelompok, kelas, ataupun golongan tertentu saja, walaupun tidak menutup kemungkinan bahwa seorang warga dapat melakukan perpindahan dari satu pranata sejenis yang khusus ini ke pranata yang lain. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa pranata sosial yang bersifat umum misalnya adalah agama, sedang pranata sosial yang khusus adalah agama tertentu, yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha, dan lain sebagainya.

D.2. Orientasi nilai
Seperangkat kaidah sosial yang terkandung di dalam setiap pranata sosial mempunyai arti penting atau nilai di dalam kehidupan masyarakat. Namun, mengingat kaidah sosial itu pada dasarnya dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkatan yang bersifat hierarkis, maka nilai-nilai dari kaidah tersebut juga dapat dikelompokkan ke dalam kategori pokok dan kurang pokok. Berdasarkan klasifikasi nilai yang demikian ini maka dari segi orientasi nilainya, pranata sosial dapat digolongkan sebagai berikut:

a.      Basic social institutions
Pranata yang bersifat dasar atau utama ini harus ada dalam kehidupan masyarakat, karena terdiri dari kaidah sosial yang memiliki nilai sangat pokok atau utama bagi kelangsungan kehidupan masyarakat. Seperti kaidah yang mengatur pemenuhan hajat hidup manusia, mempunyai nilai paling utama, oleh karena itu pranata sosial yang mengaturnya pun bersifat primer.
Primernya suatu pranata sosial sangat dipengaruhi oleh pentingnya kaidah yang mempunyai nilai sangat tinggi untuk menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, sehingga apabila dalam kehidupan masyarakat tidak terdapat pranata sosial yang bersifat primer ini maka kelangsungan hidup manusia akan terancam. Sebab apabila tidak ada pranata sosial yang bersifat primer berarti tidak ada kaidah sosial yang mengatur pemenuhan kebutuhan pokok hidup manusia secara tertib dan teratur. Dengan demikian, ketidaktertiban pemenuhan hajat hidup itu disebabkan oleh tidak adanya norma sosial yang sekaligus tidak adanya sanksi, sehingga sewajarnyalah apabila individu yang mempunyai kemampuan lebih dari yang lain akan mendominasi pihak yang lemah.

b.    Subsidiary social institutions
Pranata sosial sekunder didukung oleh kaidah sosial yang nilai-nilainya dianggap kurang penting untuk menunjang kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, jika di dalam kehidupan masyarakat tidak menggunakan pranata sekunder tidaklah mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Sehingga penggunaan pranata ini hanya merupakan tambahan untuk memperoleh kenikmatan dalam hidup.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa ada masyarakat tertentu di suatu saat dan tempat tertentu, mempunyai anggapan terhadap pranata sosial sekunder itu sebaga pranata primer. Hal ini di antaranya dipengaruhi oleh perubahan struktur masyarakat dan kemampuan pranata sekunder untuk mengait terhadap pranata primer. Misalnya dalam kehidupan masyarakat yang sudah maju, terdapat beberapa kebutuhan sekunder yang kegiatannya dikaitkan dengan kegiatan primer. Seperti untuk dapat memperoleh kesehatan, rasa keindahan, rasa seni, dan pengembangan diri secara bertahap dikaitkan dengan kegiatan ekonomi. Suatu contoh yang paling mudah kita kenali adalah bahwa kebutuhan pendidikan dalam kehidupan masyarakat kota, bukanlah merupakan kebutuhan yang bersifat sekunder. Karena dengan memperoleh pendidikan, maka individu yang bersangkutan akan ditempatkan oleh masyarakat pada posisi sosial, ekonomi, dan politis tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar