A. PRANATA SOSIAL
Dalam
kehidupan sehari-hari istilah institution (menurut ilmu sosiologi
berarti pranata) sering dipadankan dengan istilah institute
(terjemahan dalam bahasa Indonesia adalah lembaga). Berangkat dari kekeliruan
inilah, maka penggunaan istilah-istilah ini dalam Bahasa Indonesia harus
dibedakan secara tegas. Institution (pranata) adalah sistem norma atau aturan
yang menyangkut suatu aktivitas masyarakat yang bersifat khusus. Sedangkan institute
(lembaga) adalah badan atau organisasi yang melaksanakannya.
Menurut
Horton dan Hunt (1987), yang dimaksud dengan pranata sosial adalah suatu sistem
norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh masyarakat dipandang
penting. Dengan kata lain, pranata sosial adalah sistem hubungan sosial yang
terorganisir yang mengejawantahkan nilai-nilai serta prosedur umum yang
mengatur dan memenuhi kegiatan pokok warga masyarakat. Oleh karena itu, ada
tiga kata kunci di dalam setiap pembahasan mengenai pranata sosial yaitu:
a. Nilai dan norma
b. Pola perilaku yang dibakukan
atau yang disebut prosedur umum.
c. Sistem hubungan, yakni
jaringan peran serta status yang menjadi wahana untuk melaksanakan perilaku
sesuai dengan prosedur umum yang berlaku.
Koentjaraningrat
(1979) berpendapat yang dimaksud dengan pranata-pranata sosial adalah
sistem-sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk
memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Pranata
sosial pada hakikatnya bukan merupakan sesuatu yang bersifat empirik, karena
sesuatu yang empirik unsur-unsur yang terdapat di dalamnya selalu dapat dilihat
dan diamati. Sedangkan pada pranata sosial unsur-unsur yang ada tidak semuanya
mempunyai perwujudan fisik. Pranata sosial adalah sesuatu yang bersifat
konsepsional, artinya bahwa eksistensinya hanya dapat ditangkap dan dipahami
melalui sarana pikir, dan hanya dapat dibayangkan dalam imajinasi sebagai suatu
konsep atau konstruksi pikir.
Unsur-unsur
dalam pranata sosial bukanlah individu-individu manusianya itu, akan tetapi
kedudukan-kedudukan yang ditempati oleh para individu itu beserta aturan
tingkah lakunya. Dengan demikian pranata sosial merupakan bangunan atau
konstruksi dari seperangkat peranan-peranan dan aturan-aturan tingkah laku yang
terorganisir. Aturan tingkah laku tersebut dalam kajian sosiologi sering
disebut dengan istilah “norma-norma sosial”.
B. Tujuan dan Fungsi Pranata
Sosial
Diciptakan
pranata sosial pada dasarnya mempunyai maksud serta tujuan yang secara
prinsipil tidak berbeda dengan norma-norma sosial, karena pranata sosial
sebenarnya memang produk dari norma sosial. Secara umum, tujuan utama
diciptakannya pranata sosial, selain untuk mengatur agar kebutuhan hidup
manusia dapat terpenuhi secara memadai, juga sekaligus untuk mengatur agar
kehidupan sosial warga masyarakat bisa berjalan dengan tertib dan lancar sesuai
dengan kaidah-kaidah yang berlaku. Sebagai contoh, pranata keluarga mengatur
bagaimana keluarga harus memelihara anak. Sementara itu, pranata pendidikan
mengatur bagaimana sekolah harus mendidik anak-anak hingga menghasilkan lulusan
yang handal. Tanpa adanya pranata sosial, kehidupan manusia nyaris bisa
dipastikan bakal porak-poranda karena jumlah prasarana dan sarana untuk
memenuhi kebutuhan manusia relatif terbatas, sementara jumlah warga masyarakat
yang membutuhkan justru semakin lama semakin banyak.
Untuk
mewujudkan tujuannya, menurut Soekanto (1970), pranata sosial di dalam
masyarakat harus dilaksanakan dengan fungsi-fungsi berikut:
1. Memberi pedoman pada anggota
masyarakat tentang bagaimana bertingkah laku atau bersikap di dalam usaha untuk
memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
2.
Menjaga keutuhan
masyarakat dari ancaman perpecahan atau disintegrasi masyarakat.
3.
Berfungsi untuk
memberikan pegangan dalam mengadakan sistem pengendalian sosial (social
control).
C. Karakteristik Pranata Sosial
Dalam kehidupan masyarakat
banyak ditemui pranata sosial, sehingga sering tidak mudah untuk membedakan
antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu, untuk pemahaman lebih lanjut
perlu kiranya mengenali karakteristik umum dari pranata sosial yang dikemukakan
oleh Gillin and Gillin, sebagai berikut: (Soemardjan dan Soemardi, 1964:67-70).
Pranata sosial terdiri dari
seperangkat organisasi daripada pemikiran-pemikiran dan pola-pola perikelakuan
yang terwujud melalui aktivitas-aktivitas kemasyarakatan. Karakteristik ini
menegaskan kembali bahwa pranata sosial terdiri dari sekumpulan norma-norma
sosial dan peranan sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Dapat dikatakan bahwa:
1.
Pranata sosial
itu relatif mempunyai tingkat kekekalan tertentu. Artinya, pranata sosial itu
pada umumnya mempunyai daya tahan tertentu yang tidak lekas lenyap dalam
kehidupan bermasyarakat.
2.
Pranata sosial
itu mempunyai tujuan yang ingin dicapai atau diwujudkan. Tujuan dasarnya adalah
merupakan pedoman serta arah yang ingin dicapai. Oleh karena itu, tujuan akan
motivasi ataupun mendorong manusia untuk mengusahakan serta bertindak agar
tujuan itu dapat terwujud. Dengan tujuan inilah maka merangsang pranata sosial
untuk dapat melakukan fungsinya.
3.
Pranata sosial
merupakan alat-alat perlengkapan yang dipergunakan untuk mencapai tujuannya.
Alat-alat perlengkapan pranata sosial dimaksudkan agar pranata yang
bersangkutan dapat melaksanakan fungsinya guna mencapai tujuan yang diinginkan.
4.
Pranata sosial
itu mempunyai dokumen, baik yang tertulis maupun tidak. Dokumen ini dimaksudkan
menjadi suatu landasan atau pangkal tolak untuk mencapai tujuan serta
melaksanakan fungsinya.
D. Tipe-Tipe
Pranata Sosial
Dalam kehidupan masyarakat
terdapat berbagai macam pranata sosial, dimana satu dengan yang lain sering
terjadi adanya perbedaan-perbedaan maupun persamaan-persamaan tertentu.
Persamaan dari berbagai pranata sosial itu diantaranya, selain bertujuan untuk
mengatur pemenuhan kebutuhan warganya, juga karena pranata itu terdiri dari
seperangkat kaidah dan pranata sosial. Sedangkan perbedaannya, seperti
dikemukakan oleh J.L. Gillin dan J. P. Gillin (1954), bahwa pranata sosial itu
diantaranya dapat diklasifikasikan menurut:
1.
Tingkat
kompleksitas penyebarannya
2.
Orientasi
nilainya
D.1. Tingkat kompleksitas penyebarannya
Besar kecilnya atau luas
sempitnya jangkauan pranata sosial dalam kehidupan masyarakat sangat
dipengaruhi oleh bermacam-macam faktor. Faktor dari dalam pranata sosial
terkandung nilai-nilai tertentu, sehingga kemampuan nilai-nilai untuk memenuhi
kebutuhan manusia itulah yang turut menentukan luas sempitnya penyebarannya.
Faktor yang dari luar pranata sosial diantaranya adalah bagaimana persepsi dan
kepentingan masyarakat terhadap nilai serta peranan yang dimiliki oleh pranata
sosial, sehingga adanya tanggapan yang baik dan adanya kepentingan yang kuat akan
memberi peluang yang lebar untuk dapat diterima serta menyebar luas di
masyarakat.
Dengan mendasarkan diri pada
tingkat kompleksitas penyebarannya, maka pranata sosial dapat dikategorikan ke
dalam dua bentuk, yaitu:
a. General social institutions
Sesuai dengan namanya, maka pranata sosial ini dapat dikatakan hampir
terdapat di setiap bentuk masyarakat, sehingga bersifat universal. Dari
kenyataan yang demikian membuktikan bahwa pranata sosial mempunyai nilai yang
tinggi dalam kehidupan masyarakat terutama untuk kelangsungan hidupnya. Luasnya
jangkauan penyebaran pranata sosial yang demikian ini berarti dikenal, diakui,
dan diterimanya pranata sosial itu oleh sebagian besar atau bahkan oleh seluruh
umat manusia sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pranata sosial jenis ini dapat dikatakan netral, umum, atau tidak memihak
terhadap komponen atau unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Agama merupakan
salah satu contoh dari pranata sosial yang bersifat universal atau umum yang
menghimpun dari berbagai macam agama tertentu, tanpa memihak terhadap salah
satu agama tertentu tersebut
b. Restricted social institutions
Pranata sosial ini pada umumnya mempunyai corak yang khas atau khusus dalam
kehidupan masyarakat. Kenyataan ini dipengaruhi oleh kaidah-kaidah serta
peranan-peranan yang terdapat di dalam pranata itu mempunyai kekhususan. Karena
sifat yang demikian, maka pola penyebarannya relatif lebih terbatas
dibandingkan dengan pranata yang umum. Hal ini juga disebabkan oleh relatif
lebih kecilnya kepentingan serta terbaginya minat warga ke dalam pranata lain
yang bersifat khusus. Oleh karena itu, pranata ini daya jangkaunya hanya
terbatas pada kelompok, kelas, ataupun golongan tertentu saja, walaupun tidak
menutup kemungkinan bahwa seorang warga dapat melakukan perpindahan dari satu
pranata sejenis yang khusus ini ke pranata yang lain. Seperti telah dikemukakan
sebelumnya, bahwa pranata sosial yang bersifat umum misalnya adalah agama,
sedang pranata sosial yang khusus adalah agama tertentu, yaitu Islam, Kristen,
Katholik, Hindu, Budha, dan lain sebagainya.
D.2. Orientasi nilai
Seperangkat kaidah sosial yang
terkandung di dalam setiap pranata sosial mempunyai arti penting atau nilai di
dalam kehidupan masyarakat. Namun, mengingat kaidah sosial itu pada dasarnya
dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa tingkatan yang bersifat hierarkis,
maka nilai-nilai dari kaidah tersebut juga dapat dikelompokkan ke dalam
kategori pokok dan kurang pokok. Berdasarkan klasifikasi nilai yang demikian
ini maka dari segi orientasi nilainya, pranata sosial dapat digolongkan sebagai
berikut:
a. Basic social institutions
Pranata yang bersifat dasar atau utama ini harus ada dalam kehidupan
masyarakat, karena terdiri dari kaidah sosial yang memiliki nilai sangat pokok
atau utama bagi kelangsungan kehidupan masyarakat. Seperti kaidah yang mengatur
pemenuhan hajat hidup manusia, mempunyai nilai paling utama, oleh karena itu
pranata sosial yang mengaturnya pun bersifat primer.
Primernya suatu pranata sosial sangat dipengaruhi oleh pentingnya kaidah
yang mempunyai nilai sangat tinggi untuk menjamin kelangsungan kehidupan
masyarakat, sehingga apabila dalam kehidupan masyarakat tidak terdapat pranata
sosial yang bersifat primer ini maka kelangsungan hidup manusia akan terancam.
Sebab apabila tidak ada pranata sosial yang bersifat primer berarti tidak ada
kaidah sosial yang mengatur pemenuhan kebutuhan pokok hidup manusia secara
tertib dan teratur. Dengan demikian, ketidaktertiban pemenuhan hajat hidup itu
disebabkan oleh tidak adanya norma sosial yang sekaligus tidak adanya sanksi,
sehingga sewajarnyalah apabila individu yang mempunyai kemampuan lebih dari
yang lain akan mendominasi pihak yang lemah.
b. Subsidiary social institutions
Pranata sosial sekunder didukung oleh kaidah sosial yang nilai-nilainya
dianggap kurang penting untuk menunjang kelangsungan hidup manusia. Oleh karena
itu, jika di dalam kehidupan masyarakat tidak menggunakan pranata sekunder
tidaklah mempengaruhi kelangsungan hidupnya. Sehingga penggunaan pranata ini
hanya merupakan tambahan untuk memperoleh kenikmatan dalam hidup.
Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa ada masyarakat tertentu di
suatu saat dan tempat tertentu, mempunyai anggapan terhadap pranata sosial
sekunder itu sebaga pranata primer. Hal ini di antaranya dipengaruhi oleh
perubahan struktur masyarakat dan kemampuan pranata sekunder untuk mengait
terhadap pranata primer. Misalnya dalam kehidupan masyarakat yang sudah maju,
terdapat beberapa kebutuhan sekunder yang kegiatannya dikaitkan dengan kegiatan
primer. Seperti untuk dapat memperoleh kesehatan, rasa keindahan, rasa seni,
dan pengembangan diri secara bertahap dikaitkan dengan kegiatan ekonomi. Suatu
contoh yang paling mudah kita kenali adalah bahwa kebutuhan pendidikan dalam
kehidupan masyarakat kota, bukanlah merupakan kebutuhan yang bersifat sekunder.
Karena dengan memperoleh pendidikan, maka individu yang bersangkutan akan
ditempatkan oleh masyarakat pada posisi sosial, ekonomi, dan politis tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar