Kamis, 23 Agustus 2012

PERUBAHAN SOSIAL DAN BUDAYA




Setiap masyarakat yang hidup di dunia pada dasarnya selalu mengalami perubahan. Walaupun perubahan yang terjadi dalam masyarakat tidak mencolok, berjalan lambat, dan terbatas tetap saja kenyataan menunjukkan bahwa perubahan selalu terjadi di setiap masyarakat. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat ditemukan oleh seorang peneliti pada satu waktu dan memperbandingkannya di waktu kemudian. Sebagai ilustrasi, pada tahun 1995 barang-barang apa yang menjadi standar rumah tangga dan bandingkan dengan tahun ini, apakah terjadi perubahan atau tidak?
Perubahan dalam masyarakat dapat meliputi perubahan material maupun non material. Perubahan secara material misalkan bentuk mobil yang digunakan, pakaian yang dipakai, alat memasak,  kelengkapan kuliah, dan lain-lain. Perubahan secara non material seperti nilai atau norma, perilaku, lapisan, kekuasaan

A.            PERUBAHAN MASYARAKAT
Masyarakat merupakan sekumpulan individu yang berada dalam keadaan dinamis. Mungkin terlihat dari luar, sekelompok masyarakat sepertinya statis, namun bila ditelaah lebih mendalam, masyarakat yang seolah-olah statis tersebut ternyata berifat dinamis dan senantiasa dapat berubah.
Pendefinisan perubahan sosial sangat banyak dan beragam, serta seringkali terdapat pertentangan dalam definisi-definisi yang muncul. MacIver menyatakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan dalam hubungan sosial atau perubahan terhadap keseimbangan sosial. Unsur material tidak dimasukkan oleh Mac.Iver. Gillin dan Gillin menyatakan bahwa perubahan sosial adalah variasi cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi atau penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
Perubahan dalam masyarakat dapat meliputi perubahan material maupun non material. Perubahan secara material misalkan bentuk mobil yang digunakan, pakaian yang dipakai, alat memasak,  kelengkapan kuliah, dan lain-lain. Perubahan secara non material seperti nilai atau norma, perilaku, lapisan, kekuasaan, atau interaksi sosial. Perubahan sosial dapat dibedakan menjadi beberapa bentuk, yaitu:
  1. Perubahan lambat (evolusi) dan perubahan cepat (revolusi)
  2. Perubahan kecil dan perubahan besar
  3. Perubahan yang dikehendaki/direncanakan dan perubahan yang tidak dikehendaki/tidak direncanakan.
Penyebab perubahan dapat berasal dari dalam masyarakat dan dari luar masyarakat (faktor internal dan faktor eksternal). Sebab-sebab yang bersumber dari dalam masyarakat:
  1. Bertambah atau berkurangnya penduduk
  2. Penemuan-penemuan baru (discovery dan invention)
  3. Konflik dalam masyarakat
  4. Pemberontakan
Penyebab perubahan dari luar masyarakat meliputi:
  1. Kejadian pada lingkungan fisik (bencana, misalnya)
  2. Peperangan
  3. Pengaruh kebudayaan masyarakat lain.

B.            URBANISASI – PROSES PENGKOTAAN
Urbanisasi seringkali dikaitkan dengan proses perpindahan penduduk dari desa ke kota. Makna sesungguhnya urbanisasi adalah proses pengkotaan. Secara antropologis, makna dari proses pengkotaan tidak sekedar perpindahan penduduk semata, namun lebih daripada itu, pengelompokkan manusia sangat terkait dengan sistem distribusi dan redistribusi sumber daya. Agar tidak tertukar, maka konsep yang kota yang digunakan adalah urban bukan city atau town.
Perkembangan mata pencaharian manusia meliputi atas masa berburu dan meramu, perladangan berpindah (slash and burn cultivation), sistem pertanian menetap (sedentary cultivation), industrialisasi. Proses pengkotaan terjadi karena sistem pertanian menetap. Sistem ini memungkinkan sumber daya-sumber daya pokok (pangan) yang dibutuhkan oleh manusia tersedia secara melimpah. Pada gilirannya sumber daya yang dibutuhkan tersebut memerlukan saluran-saluran distribusi kepada konsumen dan redistribusi kepada produsen.
Distribusi kepada konsumen secara langsung sangat sulit dilakukan dan karenanya dilokalisir pada suatu tempat tertentu. Produsen secara langsung  atau melalui jasa mediator/broker membawa sumber daya ke tempat tersebut untuk ditukarkan dengan sumber daya lain yang dibutuhkan oleh produsen dan/atau broker. Ketersediaan sumber daya di suatu lokasi inilah yang menarik banyak manusia untuk mencapai lokasi tersebut dalam rangka memenuhi kebutuhan sumber daya. Cara termudah mendapatkan sumber daya adalah beralih dan menetap di lokasi tempat menumpuknya sumber daya sehingga terbentuklah masyarakat yang mendiami area di mana pertukaran sumber daya terjadi atau disebut kota.
Kota menjadi pusat hidup manusia dalam jumlah besar dan kompleks. Jumlah dan kompleksitas tersebut memerlukan adanya pengaturan bagi manusia-manusia yang bermukim di daerah tersebut dalam suatu tata aturan administratif dan dijalankan oleh sekelompok manusia. Aturan dan pelaksanaannya tersebut biasa dikenal dengan birokrasi politik kepemerintahan. Aturang-aturan tersebut disusun dan dijalankan agar penduduk mampu menciptakan suasana tertib sosial baik secara mekanik maupun organik.
Jumlah penduduk yang besar memerlukan sarana-sarana yang mampu memenuhi segenap warganya. Untuk menjauhkan dari rasa jenuh karena proses-proses ekonomis  maka disusunlah saluran pengaman berupa area rekreasi. Kebutuhan-kebutuhan akan spesialisasi keahlian atau keterampilan oleh penduduk disikapi dengan membangun sarana-sarana pendidikan.
Kota dalam hal ini merupakan pusat hidup manusia karena peran-peran yang dimiliki oleh kota itu sendiri. Sebagai pusat ketersediaan sumber daya, maka kota berperan sebagai pusat perekonomian. Sebagai tempat hidup, kota memiliki peran sebagai kawasan permukiman bagi manusia. Adanya tata aturan membuat kota memiliki peran sebagai pusat administrasi, politik dan pemerintahan, rekreasi, dan pendidikan.  
Pada era industri pemahaman urbanisasi secara demografis mengandung arti perpindahan penduduk dari desa ke kota, atau setidaknya itulah yang digunakan di Indonesia. Mengapa terjadi perpindahan penduduk dari desa ke kota? Hal tersebut dapat diterangkan atas dua faktor, yaitu faktor penekan dan faktor pendorong perpindahan penduduk dari desa ke kota.
Desa dicirikan sebagai masyarakat kecil, homogen, dan mayoritas penduduknya bermatapencaharian dari pertanian. Pada kenyataannya merupakan bagian dari sistem hubungan, yaitu desa-kota. Desa sebagai penyedia sumber daya memiliki peran sebagai penyangga kehidupan kota. Hubungan antara desa dengan kota saling berkaitan dan terikat dalam suatu sistem distribusi dan redistribusi yang selalu berkesinambungan.
Faktor penekan yang menyebabkan perpindahan penduduk desa ke kota berasal dari dalam lingkungan desa itu sendiri. Laju pertumbuhan penduduk yang terjadi di desa mengakibatkan banyaknya tenaga kerja yang tidak terserap di sektor pertanian. Keterbatasan-keterbatasan sarana seperti pendidikan, rekreasi, dan politik yang ada di desa berbanding terbalik dengan yang tersedia di kota. Karena keterbatasan-keterbatasan tersebut maka penduduk desa, terutama yang tidak terserap pada sektor pertanian mengambil keputusan beralih mencari pekerjaan di kota.
Faktor penarik yang menyebabkan perpindahan penduduk dari desa ke kota berasal dari sarana-sarana yang dimiliki lingkungan kota. Sumber daya, industri, pekerjaan-pekerjaan administratif, pendidikan, rekreasi, atau permukiman menjadi penarik penduduk desa untuk beralih mukim ke kota.
 Perpindahan penduduk dari desa ke kota menyebabkan masalah besar. Kota tidak lagi mampu menampung penduduk untuk bermukim di dalamnya. Sarana-sarana yang dimiliki oleh kota pun menjadi terbatas dan tak mampu memenuhi kebutuhan penduduknya. Lapangan pekerjaan yang menjadi faktor penarik utama perpindahan penduduk menjadi terbatas dan mengakibatkan banyak orang yang tidak tertampung di dalamnya. Dari segi permukiman, keterbatasan permukiman yang layak dihuni menyebabkan terjadinya enklave kawasan kumuh dan merusak lingkungan hidup kota. Lebih jauh tata aturan yang ditetapkan menjadi turun kewibawaannya dan tidak mampu mengatur penduduknya menciptakan tertib sosial, hal ini membawa dampak meningkatnya angka kejahatan.

C.            TEORI PERUBAHAN SOSIAL DAN  BUDAYA
Perubahan sosial dan budaya adalah perubahan yang terjadi dalam sistem ide yang dimiliki bersama oleh para warga atau sejumlah warga yang bersangkutan, yang antara lain mencakup aturan-aturan, nilai-nilai, teknologi, selera, bahasa, keindahan yang dijadikan pegangan kehidupannya (Suparlan, 1987: 14). Perubahan sosial dan budaya dapat sebabkan  faktor difusi dan evolusi.

C.1. Difusi
Perubahan sosial dan budaya terjadi karena difusi kebudayaan dari suatu masyarakat kepada masyarakat lain.
Suatu perubahan kebudayaan terjadi kalau datangnya unsur baru itu dapat diterima oleh masyarakat yang mengalami perubahan tersebut. Karena diterimanya pemikiran dan sikap baru dikatakan menjadi suatu kebudayaan jika sikap dan pemikiran tersebut kemudian dipraktekkan dalam aktivitas kerja dan dijadikan milik bersama yang digunakan untuk menghadapi lingkungannya. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi dapat atau tidaknya kebudayaan itu, diterima yaitu :
1.      Terbiasanya masyarakat  tersebut melakukan kontak sosial dengan masyarakat lain yang kebudayaannya berbeda.
2.      Tidak bertentangan dengan agama pada masyarakat yang menjadikan nilai agama sebagai nilai dominan dalam kebudayaannya.
3.      Corak struktur tidak otoriter.
4.      Adanya unsur-unsur kebudayaan sebelumnya yang menjadi landasan bagi diterimanya kebudayaan baru itu.
5.      Unsur baru itu mempunyai skala terbatas dan dapat dengan mudah dibuktikan kegunaannya oleh masyarakat penerima (Suparlan, 1987: 18).
Sumber-sumber yang dapat menyebabkan  terjadinya perubahan berasal dari dalam masyarakat atau dari luar masyarakat itu (Rogers dan Shoemaker, 1984: 17). Salah satu perubahan yang berasal dari luar masyarakat adalah perubahan kontak terarah, yakni suatu perubahan yang sengaja dibawa dan telah ditentukan oleh masyarakat luar tersebut (Rogers dan Shoemaker, 1984: 19). Dikatakan pula oleh Hoebel dan Frost  bahwa adanya kontak sosial dengan kebudayaan lain yang lebih dominan dari masyarakat tersebut, dapat menimbulkan perubahan terhadap masyarakat  yang didominasi (Hoebel dan Frost, 1976: 48).
Selanjutnya Hoebel dan Frost mengatakan bahwa dalam suatu masyarakat tidak selalu terjadi perubahan sekaligus seluruh nilai-nilai dan pola kebudayaannya tetapi biasanya ada beberapa unsur kebudayaan yang tidak mengalami perubahan (Hoebel dan Frost, 1976: 49). Modifikasi dalam perubahan itu dapat melalui :
1.      Substitusi, yaitu  penggantian unsur lama oleh unsur baru yang secara fungsional dapat diterima oleh unsur lainnya.
2.      Dekulturasi, yaitu kehilangan sebuah atau seperangkat unsur tanpa ada gantinya.
3.      Fusi, yaitu perpaduan antara unsur lama dari kebudayaan tersebut dengan unsur yang sama dari kebudayaan baru tersebut.
4.      Inkrementasi, yaitu penambahan unsur baru yang sudah ada dalam kebudayaan tersebut. (Suparlan, 1985: 14).


C.2. Evolusi
Beberapa macam teori evolusi masyarakat menerangkan bahwa perubahan dalam masyarakat terjadi karena faktor internal. Kemampuan manusia dalam berpikir dan menganalisis suatu situasi menghasilkan penemuan-penemuan yang bersifat fungsional bagi masyarakat dan mengubah struktur masyarakat tersebut. Teori evolusi dapat digolongkan pada kategori berikut:
a.    Evolusi linear, menyatakan bahwa masyarakat manusia mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu. Bermula dari bentuk yang sederhana kemudian menjadi kompleks.
b.    Evolusi universal, perkembangan masyarakat tidak melalui tahap-tahap tertentu yang tetap melainkan mengikuti garis-garis evolusi tertentu.
c.    Evolusi multilinear, perkembangan masyarakat ditekankan pada tahap-tahap perkembangan tertentu yang saling berkaitan atau berkesinambungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar