A.
INTERAKSI SOSIAL
Kehidupan kita sehari-hari selalu diwarnai dengan
interaksi dengan manusia lain. Interaksi merupakan sebuah proses yang menjadi
syarat mutlak terciptanya proses bermasyarakat. Disadari atau tidak, dalam
interaksi terhadap sesama manusia, terjadi saling suatu timbal balik saling
mempengaruhi satu sama lain. Sebagai contoh, Saudara mengenal dan menerapkan
suatu etika dan tata krama karena dipengaruhi oleh orang lain. Saudara pun
menerapkan suatu standar kesenangan pribadi yang seolah-olah sangat privat,
namun bila ditelusuri hal privat tersebut juga merupakan hasil pengaruh
lingkungan pertemanan ataupun media lain yang dibuat oleh manusia.
Interaksi sosial dapat didefinisikan sebagai
hubungan antar individu yang saling mempengaruhi dalam hal pengetahuan, sikap,
dan perilaku. Interaksi sosial terjadi apabila tindakan atau perilaku sesorang
dapat mempengaruhi, mengubah, memperbaiki, atau mendorong perilaku, pikiran,
perasaan, emosi orang lain. Dengan demikian interaksi sosial merupakan hubungan
dinamis antar orang, kelompok, maupun antar orang terhadap kelompok
Syarat mutlak terjadinya interaksi sosial adalah
adanya kontak dan komunikasi di antara manusia. Tanpa kontak dan komunikasi
bagaimana suatu proses interaksi dapat berlangsung? Walaupun komunikasi yang terbangun bersifat sederhana,
misalkan hanya berupa mimik muka atau gestur (gerak tubuh), interaksi sosial
telah terbangun antara manusia.
Interaksi sosial didasarkan pada berbagai faktor
yang dianggap memberikan asas kemanfaatan bagi suatu pihak. Faktor-faktor
tersebut meliputi imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Imitasi,
sugesti, identifikasi, maupun simpati tanpa disadari telah kita serap saat
berinteraksi dengan orang lain. Secara sederhana, kita bersikap sehari-hari
karena meniru perilaku orang lain yang kita anggap baik dan kita sukai. Pada
umumnya kita akan sulit mewujudkan interaksi sosial saat berhadapan dengan
orang yang dianggap tidak memberikan kemanfaatan atau teladan. Bagaimana rasanya
bila Saudara berinteraksi dengan orang yang tidak saudara sukai? Meski
demikian, ada beberapa sifat orang yang tidak disukai tadi ternyata kita anggap
bermanfaat dan diserap hal-hal yang kita anggap positif.
A.1. SIFAT INTERAKSI SOSIAL
Interaksi memiliki sifat-sifat seperti berikut:
1.
Frekuensi interaksi makin
sering makin kenal dan makin banyak pengaruhnya.
2. Keteraturannya interaksi, semakin teratur semakin jelas arah perubahan nya.
3. Ketersebaran interaksi, semakin banyak dan tersebar , semakin banyak yang
dipengaruhi.
4. Keseimbangan interakasi, semakin seimbang posisi kedua belah pihak yang
berinteraksi semakin besar pengaruhnya.
5. Langsung tidaknya interkasi, bila interaksi bersifat langsung kedua belah
pihak bersifat aktif, maka pengaruhnya semakin besar.
A.2. HASIL INTERAKSI
Interaksi merupakan serangkaian proses yang dilakukan oleh manusia. Pada
gilirannya, interaksi akan menghasilkan wujud-wujud seperti berikut:
a. Kerja sama
(kooperation)
Kerja sama bisa terjadi bila
individu atau kelompok mempunyai kesadaran akan tujuan yang sama, sehingga
timbul aktivitas yang salling menunjang membantu untuk bersama-sama mencapai
tujuan. Kerja sama dapat dilihat dari tiga bentuk:
1. Bargaining, yaitu terutama dalam hal pertukaran
barang atau jasa
2. Cooptation, yaitu penerimaan unsur-unsur
baru sebagai salah satu cara untuk menghindar kegoncangan atau ketidak
stabilan
3. Coalition, yaitu penggabungan dua
organisasi atau lebih yang mempunyia tujuan yang sama
b. Persaingan (competition)
Persaingan atau kompetisi
merupakan proses sosial yang melibatkan dua atau lebih individu atau juga
kelompok berusaha mencari sesuatu yang menjadi pusat perhatian masyarakat tanpa
kekerasan dan ancaman.
Contoh: mahasiswa HI kelas A
dan B sama-sama memusatkan perhatiannya untuk memperoleh nilai mata kuliah
DDIS tertinggi
c. Kontravensi
Kontravensi merupakan proses yang berada antara persaingan dan konflik.
Ditandai dengan gejala ketidakpastian mengenai seseorang atau perasaan
tidak suka yang disembunyikan. Hal ini mengartikan bahwa kontravensi merupakan
sikap mental tersembunyi terhadap individu atau pihak lain yang mengarah pada
kebencian namun belum menjadi suatu pertentangan
Contoh: mahasiswa HI kelas A
dan B sama-sama memusatkan perhatiannya untuk memperoleh nilai mata kuliah
DDIS tertinggi
c. Pertikaian (conflict)
Pertentangan antar individu
atau kelompok baik yang terlihat dg jelas/terbuka maupun yang tidak. Konflik
yang terlihat jelas diistilahkan dengan konflik manifes (manifest conflict);
sedangkan konflik yang tidak terlihat diistilahkan dengan konflik laten (latency
conflict).
Usaha untuk mencegah,
mengurangi, menghindari, dan menghentikan pertentangan diistilahkan sebagai
akomodasi. Akomodasi dapat dilakukan dengan cara:
1.
Mediation, penyelesaian pertikaian dengan
menggunakan pihak ketiga sebagai wasit yang netral.
2. Arbitration,
penyelesaian pertikaian dengan menggunakan pihak ketiga yang statusnya lebih
tinggi
3. Consiliation,
mempertemukan pihak yang berselisih untuk mencapai suatu persetujuan bersama
4. Tolerance, saling
menyadari untuk menghindari pertikaian
5. Stalemate, menyadari
akan adanya kekuatan yang seimbang sehingga kalau diteruskan tidak akan ada
yang menang dan yang kalah
6. Adjudication, upaya
penyelesaian perkara melalui pengadilan
B.
SISTEM SOSIAL
Sistem berarti pertautan antar organ yang berjalan dan
menjalankan sistem itu sendiri. Herbert Spencer menganalogikan masyarakat
sebagai suatu organisma yang terdiri dari bagian-bagian yang saling bergantung
karena fungsinya masing-masing. Karl Marx memiliki pandangan bahwa bagian
utama dalam sistem sosial adalah kelas sosial.
Suatu
definisi mengenai sistem sosial dinyatakan oleh Talcott Parsons. Menurutnya,
sistem sosial adalah proses interaksi diantara para pelaku
sosial/aktor. Melalui definisi tersebut maka sistem sosial merupakan
seperangkat peran sosial yang berinteraksi atau kelompok sosial yang memiliki
nilai-norma-tujuan yang sama. Sistem sosial dapat terdiri dari berbagai
kelompok yang beragam namun dipandang memiliki hubungan sosial antar satu sama
lainnya berdasarkan posisi dan peranan yang saling berkaitan.
Satuan
utama dari sistem sosial adalah peranan dan kolektivitas. Berbagai jenis status
atau posisi dan peranan dari yang berinteraksi membentuk keseluruhan yang
bersatu dan saling terkait. Titik perhatian dalam melihat sebuah sistem sosial
adalah pada nilai-nilai, norma, dan tujuan yang serupa bagi pelaku interaksi.
Contoh: lingkungan keluarga (individu-individu) atau universitas
(kelompok-kelompok) yang masing-masing status dan posisinya berinteraksi
membentuk suatu keseluruhan yang bersatu dan saling berkaitan satu sama
lainnya.
C.
STRUKTUR SOSIAL
Guna mengkaji struktur sosial maka perlu dilihat pada
hubungan-hubungan sosial yang terjadi (Keesing, 1992:209). Struktur itu sendiri
dapat diartikan sebagai pengaturan atau penatalaksanaan yang ditujukan agar
tercipta suatu suasana tertib. Struktur sosial memiliki arti sebagai penataan
relasi-relasi sosial yang sedemikian kompleks sehingga tercipta sebuah pola
keteraturan yang dilanggengkan dalam suatu sistem sosial. Radcliffe Brown
menyatakan definisinya tentang struktur sosial sebagai kompleks dari relasi-relasi
sosial yang berwujud dalam suatu masyarakat. Senada dengan itu, Evans-Pritchard
relasi-relasi yang tetap yang menyatukan kelompok-kelompok sosial pada satuan
yang lebih luas.
Struktur
sosial merupakan bagian-bagian atau unsur-unsur dalam masyarakat yang tersusun
secara teratur, mengikat, dan membentuk kesatuan yang sistematik. Sifat dari
struktur sosial abstrak dan berada dalam ranah kesadaran manusia. Untuk melihat
struktur dari sebuah sistem sosial, dapat ditinjau dari segi status, peranan,
nilai, norma, dan institusi sosial dalam suatu sistem relasi. Bentukan-bentukan
yang tertata dan menciptakan suatu keadaan tertib sosial, yaitu tingkah laku
manusia yang berpola dan selalu berulang. Konsepsi Raymond Firth keteraturan
tingkah laku mansia tersebut dinyatakan bahwa struktur sosial merupakan analytical
tools untuk memahami tingkah laku manusia. Dalam hal ini relasi-relasi
sosial menentukan tingkah laku manusia. Intisari dari struktur sosial
dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
1. Struktur sosial merupakan pola perilaku dari setiap individu masyarakat
yang tersusun sebagai suatu sistem
2. Masyarakat merupakan suatu sistem sosial budaya terdiri dari sejumlah orang
yang berhubungan secara timbal balik melalui budaya tertentu.
3. Setiap individu mempunyai ciri dan kemampuan sendiri, perbedaan ini yang
menyebabkan timbulnya perbedaan sosial.
4. Perbedaan sosial bersifat universal, ini berarti perbedaan sosial dimiliki
setiap masyarakat dimanapun.
5. Perbedaan dalam masyarakat seringkali menunjukkan lapisan-lapisan yang
bertingkat.
6. Lapisan yang bertingkat dalam masyarakat disebut stratifikasi sosial
7. Ukuran yang digunakan untuk menggolongkan penduduk dalam lapisan-lapisan
tertentu yaitu:
a. Ukuran kekayaan (kaya miskin, tuan tanah penyewa, )
b. Ukuran kekuasaan (penguasa/dikuasai) penguasa punya wewenang lebih tinggi
c. Ukuran kehormatan (berpengaruh/terpengaruh) ukuran ini biasanya terdapat pada masyarakat tradisional (pemimpin informal)
d. Ukuran ilmu pengetahuan (golongan cendekiawan/rakyat awam)
D.
ASIMILASI
DAN AKULTURASI KEBUDAYAAN
Pada konteks yang lebih luas,
proses-proses sosial memungkinkan terjadinya interaksi sosial yang melibatkan
dua atau lebih kebudayaan. Kebudayaan-kebudayaan yang berinteraksi dapat
menghasilkan suatu percampuran antar unsur-unsur kebudayaan dan diadopsi oleh
masyarakat.
D.1. ASIMILASI
Asimilasi merupakan proses
bertemunya dua kelompok yang berbeda kebudayaan saling berbaur menjadi satu
kesatuan hingga menghasilkan kebudayaan baru yang berbeda dengan kebudayaan
aslinya. Ciri-ciri kebudayaan asal dari masing-masing menghilang atau tidak
dipertahankan, karena itulah kebudayaan yang tercipta sama sekali berbeda
dengan kebudayaan-kebudayaan yang membaur. Boleh dikatakan hidup dalam keadaan
bentukan baru.
Para ahli seringkali memandang
bahwa proses asimilasi merupakan proses yang sangat sulit terjadi, bila tidak
hendak mengatakan tidak mungkin terjadi. Pembauran antar masyarakat penyandang
beberapa kebudayaan pada kenyataannya tetap mempertahankan ciri-ciri kebudayaan
mereka masing-masing, terutama pada lingkungan mereka sendiri, semisal di rumah
atau perkumpulan etnis.
Konsep melting pot yang
didengungkan oleh Amerika Serikat merupakan salah satu upaya asimilasi
kebudayaan. Amerika Serikat dengan masyarakat yang multikultur, terdiri atas
berbagai masyarakat pendatang dari berbagai wilayah di dunia, berupaya
memersatukan penduduknya untuk berbudaya Amerika. Pada kenyataannya dalam
lingkup-lingkup kecil penduduk Amerika tetap mempertahankan ciri-ciri
kebudayaan mereka. Di beberapa tempat terutama di kota-kota besar seperti New
York ataupun Los Angeles dan Chicago hidup masyarakat-masyarakat pendatang dan
membentuk suatu enklave. Ditandai dengan adanya daerah Pecinan (tempat
berkumpul orang-orang Asia Timur), zona Italian di kafe atau bar, street
corner yang menjadi tempat berkumpul kaum Hispanik dan Afro Amerika.
Masing-masing mempertahankan atau mengembangkan identitasnya sebagai penyandang
kebudayaan tertentu. Meski demikian, masyarakat-masyarakat tersebut mengklaim
dan mengidentifikasikan dirinya sebagai warga Amerika. Pada ranah resmi atau
kenegaraan, budaya tunggal Amerika mungkin dapat terlihat sebagai sebuah
kebudayaan seragam dengan anggota masyarakat yang beragam (baik etnis maupun
ras). Bandingkan dengan yang terjadi di Indonesia!
D.2. AKULTURASI
Akulturasi selintas mirip
dengan asimiliasi, yaitu dua kelompok yang berbeda budaya saling bertemu dan
melakukan kontak sosial yang intensif sehingga terjadi pembaharuan meski tanpa
menghilangkan ciri atau sifat dari budaya aslinya. Kebudayaan yang dihasilkan
dari pembauran tersebut masih memiliki corak kebudayaan-kebudayaan asal.
Proses akulturasi dapat
terjadi karena difusi suatu kebudayaan. Difusi kebudayaan adalah suatu proses
penyebaran kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam proses tersebut,
kebudayaan yang berdifusi bertemu dengan kebudayaan setempat. Pertemuan antar
kebudayaan yang terjadi membuat masyarakat memilih mengaplikasikan beberapa
unsur kebudayaan lain untuk dimasukkan ke dalam kebudayaan mereka.
Mengambil contoh melting
pot ala Amerika Serikat, proyek melting pot pada akhirnya
membentuk suatu akulturasi kebudayaan yang sangat besar dan menjadi ciri
kehidupan kebudayaan Amerika Serikat. Fenomena akulturasi sangat mungkin
terjadi di Indonesia mengingat Indonesia merupakan negara multikultur.
Seseorang yang berasal dari keluarga yang berbeda kebudayaan akan mengalami
proses akulturasi. Sebagai contoh, seorang anak yang memiliki ayah etnis Bali
dan beribu etnis Bugis akan menerima sosialisasi dua buah kebudayaan sesuai
yang disandang oleh kedua orang tuanya.
E. KELOMPOK DAN ASOSIASI
E.1.
KELOMPOK
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk berkelompok. Sulit
bagi manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya seorang diri tanpa
berkelompok. Kelompok diartikan sebagai penggabungan individu atas berbagai
kriteria ukuran (jumlah) dan juga tempat. Kelompok menurut Keesing (1992:209)
merupakan suatu himpunan manusia yang berinteraksi secara berulang-ulang
dalam perangkat identitas sosial yang saling berkaitan. Merujuk pada pandangan
Keesing di atas, kelompok dapat dibedakan dari bentuk himpunan yang terbatas
dan bersifat sementara seperti kerumunan (crowd) atau kumpulan.
Secara khusus kelompok merujuk pada jenis, tatanan dan
relasi sosialnya terbagi atas dua jenis, yaitu gemeinschaft dan gesselschaft.
Sosiolog Jerman, Ferdinand Tonnies adalah yang pertama memperkenalkan dua
konsep tersebut. Dilihat dari segi relasi sosialnya maka didapatkan
karakteristik sebagai berikut:
1. Kelompok primer, relasi
antar anggotanya rapat dan bertatapmuka secara langsung, serta memiliki tujuan
dan tradisi yang sama. Contoh dari kelompok ini biasanya merujuk pada
masyarakat pra-industri.
2. Kelompok sekunder, relasi
antar anggotanya lebih spesifik (misal hubungan dagang, pekerjaan kantor),
impersonal, dan instrumental. Relasi sosial hanya melibatkan sebagian dari
jumlah individu dalam kelompok tersebut. Contoh dari kelompok gesselschaft biasanya
terkait dengan proses perindustrian.
Max Weber mengaitkan kedua
konsep gemeinschaft dan gesselschaft dengan proses integrasi
para pelaku sosial. Jika proses integrasi tersebut mengakibatkan gemeinschaft
maka dasar dari kelompok adalah perasaan kebersamaan atau perasaan yang
motivasinya bercorak efektif atau tradisi. Jika proses integrasi
mewujudkan gesselschaft maka motivasi tingkah laku sosial melibatkan
perkiraan atau relasi kepentingan.
E.2.
ASOSIASI
Asosiasi
merupakan penggabungan individu atau kelompok yang dibentuk untuk memenuhi
suatu kepentingan tertentu. Suatu kelompok dikatakan asosiasi bila memiliki
kepentingan dan tujuan terfokus untuk jangka waktu tertentu (jangka pendek
ataupun jangka panjang). Asosiasi dibentuk juga untuk melindungi kepentingan
dari individu-individu anggota asosiasi. Dalam hal keanggotaannya, asosiasi
bersifat formal dan memiliki ciri struktur sebagaimana organisasi modern.
Dalam
konteks kepentingan, tujuan, dan perlindungan terhadap kepentingan suatu asosiasi
terlebih dahulu dirumuskan apa yang menjadi kepentinga dan tujuan utama.
Sebagai ilustrasi, untuk memajukan suatu olah raga, sepakbola misalnya,
pihak-pihak yang berkepentingan memajukan sepak bola menghimpun dirinya dalam
suatu wadah. Tidak hanya individu, tetapi pada kenyataannya merupakan juga
gabungan dari suatu kelompok yang berhimpun mewujudkan tujuannya. Lihat
PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) yang anggotanya terdiri dari
individu-individu sebagai perwakilan kelompok sepakbola di daerah-daerah di
Indonesia.
F.
KEKERABATAN
Istilah kekerabatan (kinship) mengandung
pengertian sebuah jaringan hubungan kompleks berdasarkan hubungan darah atau
perkawinan. Berdasarkan hubungan darah dapat diambil pengertian bahwa seseorang
dinyatakan sebagai kerabat bila memiliki pertalian atau ikatan darah dengan
seseorang lainnya. Contoh kongkrit dari hubungan berdasarkan pertalian darah
adalah kakak-adik sekandung. Selain dari hubungan darah, kekerabatan juga
terbentuk karena perkawinan, yakni seseorang menjadi kerabat bagi yang lain
atas ikatan perkawinan yang dilakukan oleh saudaranya. Contoh kongkrit dari
hubungan atas perkawinan misalnya kakak atau adik ipar, bibi yang dinikahi oleh
adik ibu.
Pada prinsipnya proses pengelompokkan manusia yang paling
awal dan paling sederhana adalah kekerabatan. Pengelompokan manusia dalam unit
terkecil atau keluarga merupakan manifestasi hubungan kekerabatan. Perkembangan
jumlah manusia yang semakin besar membuat hubungan kekerabatan meluas hingga
pada tahap antar kerabat tidak dapat mengidentifikasi kerabat-kerabat jauh
mereka.
Hubungan kita dengan kerabat tampak jelas pada suatu
kesempatan istimewa, seperti pada hari lebaran, hari natal, atau hari ulang
tahun. Kerabat juga akan tampak dalam hubungan yang abstrak dan menampakkan
fisik dirinya dalam kesempatan-kesempatan istimewa tersebut, termasuk pada
berbagai peristiwa penting di dalam kehidupan kita – perrnikahan atau
pemakaman.
Kekerabatan dapat berfungsi sebagai jaringan atau
kelompok kerja. Mobilisasi kekerabatan dinyatakan untuk mendapatkan dukungan atau bantuan tatkala menyelenggarakan suatu acara selamatan atau upacara
duka misalnya. Hampir pada semua masyarakat, mobilisasi tersebut dihimpun dari
jaringan kekerabatan dan kerabat perkawinan. Bilamana para kerabat atau
beberapa orang dari lingkungan dekat terhimpun di sekitar seseorang, secara
konseptual dikenal sebagai kategori budaya yang khas, di sebut sanak saudara
atau handai taulan.
F.1. SISTEM KETURUNAN
Kekerabatan yang didasarkan pada pertalian darah dan
sistem perkawinan menghasilkan sistem keturunan. Keturunan merupakan upaya
pokok manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat di muka bumi.
Kelangsungan hidup tersebut membutuhkan keteraturan-keteraturan dan
ketentuan-ketentuan dalam sistem keturunan. Pengaturan-pengaturan sistem
keturunan tersebut dapat kita bagi menjadi tiga bagian besar yang kemudian
memberikan corak pada peran-peran individu dalam suatu sistem kekerabatan.
a. Sistem Kekerabatan
Patrilineal
Sistem
ini mengacu pada pengertian bahwa keturunan didasarkan pada garis laki-laki
atau ayah. Suatu klan yang menganut sistem patrilineal, bagaimanapun, terdiri
dari anggota laki-laki dan perempuan. Tetapi perlu diperhatikan bahwa hak-hak
penerusan klan dan termasuk pewarisan hartanya berpusat pada kaum
laki-laki. Contoh paling kongkret dalam sistem ini adalah pada etnis Batak yang
memiliki nama klan (marga). Penerusan nama marga diberikan kepada anak
laki-laki. Walaupun seorang perempuan juga diberi nama klan (boru)
tetapi setelah ia menikah dengan laki-laki dari klan lain, anak dari perempuan
tersebut akan diberi nama klan dari ayahnya.
b. Sistem Kekerabatan
Matrilineal
Sistem
matrilineal mengacu pada pengertian bahwa keturunan didasarkan pada garis
perempuan atau ibu. Laki-laki anggota suatu masyarakat bersistem matrilineal
memiliki kecenderungan keluar dari klannya. Berbeda dengan patrilineal, hak-hak
penguasaan dan penerusan kehidupan klan berpusat di pihak perempuan.
Contoh masyarakat penganut sistem matrilineal adalah etnis Minangkabau;
walaupun pengaturan hak-hak waris tidak serta merta merupakan “otoritas ibu”,
melainkan peran mamak sangat dominan dalam penentuan hak-hak klan.
c. Sistem Kekerabatan
Bilineal/Bilateral
Bilineal
atau bilateral mengandung pengertian bahwa keturunan di dasarkan pada dua
garis, yaitu dari pihak laki-laki dan pihak perempuan. Seseorang yang hidup
dalam sistem bilineal diakui kekerabatannya oleh pihak bapak dan juga pihak
ibunya. Hak-hak penerusan kehidupan kelompok tidak secara tegas dipusatkan pada
anak laki-laki atau perempuan, terkecuali konsepsi bahwa laki-laki merupakan
tulang punggung keluarga yang berkewajiban melindungi anggota keluarga atau
klan.
F.2. ADAT MENETAP PASCA PERKAWINAN
Dalam menganalisa suatu sistem kekerabatan, hal yang
penting untuk diketahui adalah lokasi bermukim pasca perkawinan. Lokasi
bermukim ini menunjukkan bahwa penerimaan anggota baru suatu keluarga dianggap
menjadi anggota dari keluarga tertentu. Koentjaraningrat (1981:102) menyatakan
setidaknya ada 7 (tujuh) kemungkinan adat menetap pascaperkawinan:
1. Utrolokal, memberi
kemerdekaan bagi pengantin baru untuk menetap di sekitar pusat kediaman kaum
kerabat suami atau di sekitar pusat kediaman kaum kerabat isteri.
2. Virilokal, menentukan bahwa
pengantin baru menetap sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami.
3. Uxorilokal, menentukan bahwa
pengantin baru menetap sekitar pusat kediaman kaum kerabat isteri.
4. Bilokal, menentukan
pengantin baru harus tinggal berganti-ganti, pada suatu waktu di sekitar pusat
kediaman kaum kerabat suami, pada masa lain di sekitar pusat kediaman kaum
kerabat isteri.
5. Neolokal, menentukan
pengantin baru tinggal sendiri di tempat kediaman yang baru, tidak mengelompok
di sekitar tempat kediaman kerabat suami maupun isteri.
6. Avunkulokal, menentukan
pengantin baru tinggal menetap di sekitar tempat kediaman saudara laki-laki ibu
(avunculus) dari pihak pengantin laki-laki.
7. Natolokal, menentukan
pengantin baru tinggal terpisah, suami di sekitar kediaman kaum kerabatnya
sendiri, isteri di sekitar kediaman kaum kerabatnya sendiri pula.
F.3. RUMAH TANGGA DAN KELUARGA
Sebagai akibat dari perkawinan membuat suatu kesatuan
sosial yang disebut rumah tangga (household). Suatu rumah tangga
sering terdiri dari satu keluarga inti saja (ayah, ibu, dan anak); tetapi bisa
juga terdiri lebih dari satu, misalnya dua atau tiga keluarga dalam suatu rumah
tangga. Di kota-kota besar, seperti Jakarta, di mana sulit didapat perumahan,
sering terdapat anggota satu rumah tangga terdiri dari beberapa keluarga atau
juga beberapa generasi. Demikianpula pada masyarakat yang bermukim di daerah
permukiman kumuh (slum area), dalam satu rumah petak yang kecil
berdiam lebih dari satu keluarga.
Konsep rumah tangga
merujuk sejumlah individu
yang saling terikat dalam aktifitas produksi, konsumsi, distribusi dan
reproduksi (Ember dan Ember, 1992:272-275; dan Yanagisako, 1979:164-165).
Anggota rumah tangga merupakan unit-unit ekonomi dalam mengalokasikan kebutuhan-kebutuhan
dan konsumsi rumah tangga. Artinya setiap anggota keluarga memiliki nilai-nilai
ekonomis yang saling terikat bersama anggota keluarga lainnya.
Keluarga merupakan kelompok kekerabatan, terbagi atas
keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas (extended
family). Konsep keluarga inti mengacu pada pengertian suatu kelompok
yang hanya terdiri dari seorang suami, seorang isteri, dan anak-anak yang belum
kawin. Konsep keluarga inti atau keluarga batih yang paling sederhana
dibangun atas dasar perkawinan tunggal (monogami). Keluarga inti pun ada yang
terdiri dari seorang ayah dengan banyak isteri (poligami). Secara khusus
keluarga yang terbangun atas seorang suami dengan banyak isteri diistilahkan
sebagai poligini. Sebaliknya keluarga inti yang dibangun oleh seorang isteri
tetapi lebih dari seorang suami di istilahkan sebagai poliandri.
Suatu gejala yang sekarang banyak dijumpai di banyak
daerah di dunia adalah keluarga-keluarga inti yang tak lengkap, tetapi tetap
berfungsi secara utuh. Keluarga-keluarga inti serupa itu biasanya terdiri dari
ibu dan anak (single parent), sedangkan ayahnya tidak ada karena
berbagai sebab, perceraian atau kematian, atau tidak diketahui keberadaannya.
Walaupun tidak dilengkapi ayah, keluarga tersebut berfungsi dengan normal
sebagaimana keluarga inti lengkap. Keluarga semacam ini disebut keluarga
matrifokal.
G.
ORGANISASI FORMAL DAN ORGANISASI NON FORMAL
Organisasi dibentuk untuk wadah bekerja dalam mencapai tujuan atau sasaran.
Bila organisasi terbentuk, diasumsikan organisasi tersebut merupakan identitas
tersendiri yang khusus (Soekanto, 2003:136). Kelangsungan hidup suatu
organisasi biasanya berjalan lama, meski terjadi perubahan-perubahan di dalam
tubuh organisasi, secara spesifik perubahan tersebut tidak mengubah identitas
yang menjadi strukturnya.
Unsur-unsur organisasi merupakan bagian-bagian fungsional yang saling
berhubungan. Tenaga kerja sebuah perusahaan, misalnya, mengorganisasikan diri
untuk mencapai tujuan meningkatkan kesejahteraan dirinya terkait pula dengan
pihak manajemen puncak dalam mementingkan kebutuhan perusahaan.
Usaha-usaha kolektif para anggota organisasi disebut sebagai hal-hal yang
bersifat formal, didasarkan pada organisasi yang memperjuangkan kepentingan
bersama.
Kriteria rumusan organisasi formal atau formal group menurut
Seokanto (2003: 137) adalah keberadaan tata cara untuk memobilisasikan dan mengkoordinasikan usaha-usaha, yang mencapai tujuan-tujuan berdasarkan
bagian-bagian organisasi yang bersifat spesialisasi. Organisasi formal
ditegakkan pada landasan mekanisme administratif yang tersusun atas staf-staf
administratif. Staf-staf inilah yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap
pemeliharaan organisasi dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan organisasi.
Bandingkan hal tersebut dengan staf pengurus OSIS, BEM, atau suatu event
organizer! Semacam ini biasa disebutkan sebagai birokrasi.
Max Weber dalam Soekanto (2003:139) mengemukakan ciri-ciri birokrasi.
Menurut Weber ciri dari birokras adalah suatu idealitas atau cita-cita. Kriteria
fungsi didasarkan pada berpikir rasional dan pelaksanaan administrasi yang
efisien. Pelaksanaan efektif didasarkan pada pembagian pertanggung jawab
spesialisasi dan pembagian kerja. Dengan demikian organisasi formal merupakan
kelompok-kelompok yang memiliki peraturan-peraturan yang tegas dan dengan
sengaja diciptakan oleh anggotanya untuk mengatur hubungan antar
anggota-anggotanya.
Berbeda dengan organisasi formal, organisasi non formal atau kelompok non
formal tidak memiliki struktur tertentu. Terbentuk karena
pertemuan-pertemuan yang berulang kali dan menjadi dasar bagi bertemunya
kepentingan-kepentingan dan pengalaman yang sama. Contohnya adalah klik (clique),
suatu kelompok kecil tanpa struktur formal yang sering terdapat dalam kelompok
besar, ditandai dengan sifat “antara kita” saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar