Kamis, 23 Agustus 2012

PROSES-PROSES SOSIAL



A.            INTERAKSI SOSIAL
Kehidupan kita sehari-hari selalu diwarnai dengan interaksi dengan manusia lain. Interaksi merupakan sebuah proses yang menjadi syarat mutlak terciptanya proses bermasyarakat. Disadari atau tidak, dalam interaksi terhadap sesama manusia, terjadi saling suatu timbal balik saling mempengaruhi satu sama lain. Sebagai contoh, Saudara mengenal dan menerapkan suatu etika dan tata krama karena dipengaruhi oleh orang lain. Saudara pun menerapkan suatu standar kesenangan pribadi yang seolah-olah sangat privat, namun bila ditelusuri hal privat tersebut juga merupakan hasil pengaruh lingkungan pertemanan ataupun media lain yang dibuat oleh manusia.
Interaksi sosial dapat didefinisikan sebagai hubungan antar individu yang saling mempengaruhi dalam hal pengetahuan, sikap, dan perilaku. Interaksi sosial terjadi apabila tindakan atau perilaku sesorang dapat mempengaruhi, mengubah, memperbaiki, atau mendorong perilaku, pikiran, perasaan, emosi orang lain. Dengan demikian interaksi sosial merupakan hubungan dinamis antar orang, kelompok, maupun antar orang terhadap kelompok
Syarat mutlak terjadinya interaksi sosial adalah adanya kontak dan komunikasi di antara manusia. Tanpa kontak dan komunikasi bagaimana suatu proses interaksi dapat berlangsung? Walaupun komunikasi yang terbangun bersifat sederhana, misalkan hanya berupa mimik muka atau gestur (gerak tubuh), interaksi sosial telah terbangun antara manusia. 
Interaksi sosial didasarkan pada berbagai faktor yang dianggap memberikan asas kemanfaatan bagi suatu pihak. Faktor-faktor tersebut meliputi imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Imitasi, sugesti, identifikasi, maupun simpati tanpa disadari telah kita serap saat berinteraksi dengan orang lain. Secara sederhana, kita bersikap sehari-hari karena meniru perilaku orang lain yang kita anggap baik dan kita sukai. Pada umumnya kita akan sulit mewujudkan interaksi sosial saat berhadapan dengan orang yang dianggap tidak memberikan kemanfaatan atau teladan. Bagaimana rasanya bila Saudara berinteraksi dengan orang yang tidak saudara sukai? Meski demikian, ada beberapa sifat orang yang tidak disukai tadi ternyata kita anggap bermanfaat dan diserap hal-hal yang kita anggap positif.


A.1. SIFAT INTERAKSI SOSIAL
Interaksi memiliki sifat-sifat seperti berikut:
1.      Frekuensi interaksi makin sering makin kenal dan makin banyak pengaruhnya.
2.      Keteraturannya interaksi, semakin teratur semakin jelas arah perubahan nya.
3.      Ketersebaran interaksi, semakin banyak dan tersebar , semakin banyak yang dipengaruhi.
4.      Keseimbangan interakasi, semakin seimbang posisi kedua belah pihak yang berinteraksi semakin besar pengaruhnya.
5.      Langsung tidaknya interkasi, bila interaksi bersifat langsung kedua belah pihak bersifat aktif, maka pengaruhnya semakin besar.

A.2. HASIL INTERAKSI
Interaksi merupakan serangkaian proses yang dilakukan oleh manusia. Pada gilirannya, interaksi akan menghasilkan wujud-wujud seperti berikut:
a.  Kerja sama (kooperation)
Kerja sama bisa terjadi bila individu atau kelompok mempunyai kesadaran akan tujuan yang sama, sehingga timbul aktivitas yang salling menunjang membantu untuk bersama-sama mencapai tujuan. Kerja sama dapat dilihat dari tiga bentuk:
1.    Bargaining, yaitu terutama dalam hal pertukaran barang atau jasa
2. Cooptation, yaitu penerimaan unsur-unsur baru sebagai salah satu cara untuk menghindar kegoncangan atau ketidak stabilan
3.    Coalition, yaitu penggabungan dua organisasi atau lebih yang mempunyia tujuan yang sama

b. Persaingan (competition)
Persaingan atau kompetisi merupakan proses sosial yang melibatkan dua atau lebih individu atau juga  kelompok berusaha mencari sesuatu yang menjadi pusat perhatian masyarakat tanpa kekerasan dan ancaman.
Contoh: mahasiswa HI kelas A dan B sama-sama memusatkan perhatiannya untuk memperoleh nilai mata kuliah DDIS  tertinggi

c. Kontravensi
Kontravensi merupakan proses yang berada antara persaingan dan konflik. Ditandai dengan gejala ketidakpastian mengenai seseorang  atau perasaan tidak suka yang disembunyikan. Hal ini mengartikan bahwa kontravensi merupakan sikap mental tersembunyi terhadap individu atau pihak lain yang mengarah pada kebencian namun belum menjadi suatu pertentangan
Contoh: mahasiswa HI kelas A dan B sama-sama memusatkan perhatiannya untuk memperoleh nilai mata kuliah DDIS  tertinggi


c. Pertikaian (conflict)
Pertentangan antar individu atau kelompok baik yang terlihat dg jelas/terbuka maupun yang tidak. Konflik yang terlihat jelas diistilahkan dengan konflik manifes (manifest conflict); sedangkan konflik yang tidak terlihat diistilahkan dengan konflik laten (latency conflict).

Usaha untuk mencegah, mengurangi, menghindari, dan menghentikan pertentangan diistilahkan sebagai akomodasi. Akomodasi dapat dilakukan dengan cara:
1.      Mediation, penyelesaian pertikaian dengan menggunakan pihak ketiga sebagai wasit yang netral.
2.      Arbitration, penyelesaian pertikaian dengan menggunakan pihak ketiga yang statusnya lebih tinggi
3.      Consiliation, mempertemukan pihak yang berselisih untuk mencapai suatu persetujuan bersama
4.      Tolerance, saling menyadari untuk menghindari pertikaian
5.      Stalemate, menyadari akan adanya kekuatan yang seimbang sehingga kalau diteruskan tidak akan ada yang menang dan yang kalah
6.      Adjudication, upaya penyelesaian perkara melalui pengadilan

B.            SISTEM SOSIAL
Sistem berarti pertautan antar organ yang berjalan dan menjalankan sistem itu sendiri. Herbert Spencer menganalogikan masyarakat sebagai suatu organisma yang terdiri dari bagian-bagian yang saling bergantung karena fungsinya masing-masing. Karl  Marx memiliki pandangan bahwa bagian utama dalam sistem sosial adalah kelas sosial.
Suatu definisi mengenai sistem sosial dinyatakan oleh Talcott Parsons. Menurutnya,  sistem sosial adalah proses interaksi diantara para pelaku sosial/aktor. Melalui definisi tersebut maka sistem sosial merupakan seperangkat peran sosial yang berinteraksi atau kelompok sosial yang memiliki nilai-norma-tujuan yang sama. Sistem sosial dapat terdiri dari berbagai kelompok yang beragam namun dipandang memiliki hubungan sosial antar satu sama lainnya berdasarkan posisi dan peranan yang saling berkaitan.
Satuan utama dari sistem sosial adalah peranan dan kolektivitas. Berbagai jenis status atau posisi dan peranan dari yang berinteraksi membentuk keseluruhan yang bersatu dan saling terkait. Titik perhatian dalam melihat sebuah sistem sosial adalah pada nilai-nilai, norma, dan tujuan yang serupa bagi pelaku interaksi. Contoh: lingkungan keluarga (individu-individu) atau  universitas (kelompok-kelompok) yang masing-masing status dan posisinya berinteraksi membentuk suatu keseluruhan yang bersatu dan saling berkaitan satu sama lainnya.


C.            STRUKTUR SOSIAL
Guna mengkaji struktur sosial maka perlu dilihat pada hubungan-hubungan sosial yang terjadi (Keesing, 1992:209). Struktur itu sendiri dapat diartikan sebagai pengaturan atau penatalaksanaan yang ditujukan agar tercipta suatu suasana tertib. Struktur sosial memiliki arti sebagai penataan relasi-relasi sosial yang sedemikian kompleks sehingga tercipta sebuah pola keteraturan yang dilanggengkan dalam suatu sistem sosial. Radcliffe Brown menyatakan definisinya tentang struktur sosial sebagai kompleks dari relasi-relasi sosial yang berwujud dalam suatu masyarakat. Senada dengan itu, Evans-Pritchard relasi-relasi yang tetap yang menyatukan kelompok-kelompok sosial pada satuan yang lebih luas.
Struktur sosial merupakan bagian-bagian atau unsur-unsur dalam masyarakat yang tersusun secara teratur, mengikat, dan membentuk kesatuan yang sistematik. Sifat dari struktur sosial abstrak dan berada dalam ranah kesadaran manusia. Untuk melihat struktur dari sebuah sistem sosial, dapat ditinjau dari segi status, peranan, nilai, norma, dan institusi sosial dalam suatu sistem relasi. Bentukan-bentukan yang tertata dan menciptakan suatu keadaan tertib sosial, yaitu tingkah laku manusia yang berpola dan selalu berulang. Konsepsi Raymond Firth keteraturan tingkah laku mansia tersebut dinyatakan bahwa struktur sosial merupakan analytical tools untuk memahami tingkah laku manusia. Dalam hal ini relasi-relasi sosial menentukan tingkah laku manusia. Intisari dari struktur sosial dalam masyarakat adalah sebagai berikut:
1.    Struktur sosial merupakan pola perilaku dari setiap individu masyarakat yang tersusun sebagai suatu sistem
2.      Masyarakat merupakan suatu sistem sosial budaya terdiri dari sejumlah orang yang berhubungan secara timbal balik melalui budaya tertentu.
3.  Setiap individu mempunyai ciri dan kemampuan sendiri, perbedaan ini yang menyebabkan timbulnya perbedaan sosial.
4.  Perbedaan sosial bersifat universal, ini berarti perbedaan sosial dimiliki setiap masyarakat dimanapun.
5.      Perbedaan dalam masyarakat seringkali menunjukkan lapisan-lapisan yang bertingkat.
6.      Lapisan yang bertingkat dalam masyarakat disebut stratifikasi sosial
7.      Ukuran yang digunakan untuk menggolongkan penduduk dalam lapisan-lapisan tertentu yaitu:
a.   Ukuran kekayaan (kaya miskin, tuan tanah penyewa, )
b.  Ukuran kekuasaan (penguasa/dikuasai) penguasa punya wewenang lebih tinggi
c.  Ukuran kehormatan (berpengaruh/terpengaruh) ukuran ini biasanya terdapat pada  masyarakat tradisional (pemimpin informal)
d.  Ukuran ilmu pengetahuan (golongan cendekiawan/rakyat awam)


D.           ASIMILASI DAN  AKULTURASI KEBUDAYAAN
Pada konteks yang lebih luas, proses-proses sosial memungkinkan terjadinya interaksi sosial yang melibatkan dua atau lebih kebudayaan. Kebudayaan-kebudayaan yang berinteraksi dapat menghasilkan suatu percampuran antar unsur-unsur kebudayaan dan diadopsi oleh masyarakat.

D.1. ASIMILASI
Asimilasi merupakan proses bertemunya dua kelompok yang berbeda kebudayaan saling berbaur menjadi satu kesatuan hingga menghasilkan kebudayaan baru yang berbeda dengan kebudayaan aslinya. Ciri-ciri kebudayaan asal dari masing-masing menghilang atau tidak dipertahankan, karena itulah kebudayaan yang tercipta sama sekali berbeda dengan kebudayaan-kebudayaan yang membaur. Boleh dikatakan hidup dalam keadaan bentukan baru.
Para ahli seringkali memandang bahwa proses asimilasi merupakan proses yang sangat sulit terjadi, bila tidak hendak mengatakan tidak mungkin terjadi. Pembauran antar masyarakat penyandang beberapa kebudayaan pada kenyataannya tetap mempertahankan ciri-ciri kebudayaan mereka masing-masing, terutama pada lingkungan mereka sendiri, semisal di rumah atau perkumpulan etnis.
Konsep melting pot yang didengungkan oleh Amerika Serikat merupakan salah satu upaya asimilasi kebudayaan. Amerika Serikat dengan masyarakat yang multikultur, terdiri atas berbagai masyarakat pendatang dari berbagai wilayah di dunia, berupaya memersatukan penduduknya untuk berbudaya Amerika. Pada kenyataannya dalam lingkup-lingkup kecil penduduk Amerika tetap mempertahankan ciri-ciri kebudayaan mereka. Di beberapa tempat terutama di kota-kota besar seperti New York ataupun Los Angeles dan Chicago hidup masyarakat-masyarakat pendatang dan membentuk suatu enklave. Ditandai dengan adanya daerah Pecinan (tempat berkumpul orang-orang Asia Timur), zona Italian di kafe atau bar, street corner yang menjadi tempat berkumpul kaum Hispanik dan Afro Amerika. Masing-masing mempertahankan atau mengembangkan identitasnya sebagai penyandang kebudayaan tertentu. Meski demikian, masyarakat-masyarakat tersebut mengklaim dan mengidentifikasikan dirinya sebagai warga Amerika. Pada ranah resmi atau kenegaraan, budaya tunggal Amerika mungkin dapat terlihat sebagai sebuah kebudayaan seragam dengan anggota masyarakat yang beragam (baik etnis maupun ras). Bandingkan dengan yang terjadi di Indonesia!

D.2. AKULTURASI
Akulturasi selintas mirip dengan asimiliasi, yaitu dua kelompok yang berbeda budaya saling bertemu dan melakukan kontak sosial yang intensif sehingga terjadi pembaharuan meski tanpa menghilangkan ciri atau sifat dari budaya aslinya. Kebudayaan yang dihasilkan dari pembauran tersebut masih memiliki corak kebudayaan-kebudayaan asal.
Proses akulturasi dapat terjadi karena difusi suatu kebudayaan. Difusi kebudayaan adalah suatu proses penyebaran kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain. Dalam proses tersebut, kebudayaan yang berdifusi bertemu dengan kebudayaan setempat. Pertemuan antar kebudayaan yang terjadi membuat masyarakat memilih mengaplikasikan beberapa unsur kebudayaan lain untuk dimasukkan ke dalam kebudayaan mereka.
Mengambil contoh melting pot ala Amerika Serikat, proyek melting pot pada akhirnya membentuk suatu akulturasi kebudayaan yang sangat besar dan menjadi ciri kehidupan kebudayaan Amerika Serikat. Fenomena akulturasi sangat mungkin terjadi di Indonesia mengingat Indonesia merupakan negara multikultur. Seseorang yang berasal dari keluarga yang berbeda kebudayaan akan mengalami proses akulturasi. Sebagai contoh, seorang anak yang memiliki ayah etnis Bali dan beribu etnis Bugis akan menerima sosialisasi dua buah kebudayaan sesuai yang disandang oleh kedua orang tuanya.

E.            KELOMPOK DAN ASOSIASI
E.1.      KELOMPOK
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk berkelompok. Sulit bagi manusia untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya seorang diri tanpa berkelompok. Kelompok diartikan sebagai penggabungan individu atas berbagai kriteria ukuran (jumlah) dan juga tempat. Kelompok menurut Keesing (1992:209) merupakan suatu himpunan manusia yang berinteraksi secara berulang-ulang  dalam perangkat identitas sosial yang saling berkaitan. Merujuk pada pandangan Keesing di atas, kelompok dapat dibedakan dari bentuk himpunan yang terbatas dan bersifat sementara seperti kerumunan (crowd) atau kumpulan.
Secara khusus kelompok merujuk pada jenis, tatanan dan relasi sosialnya terbagi atas dua jenis, yaitu gemeinschaft dan gesselschaft. Sosiolog Jerman, Ferdinand Tonnies adalah yang pertama memperkenalkan dua konsep tersebut. Dilihat dari segi relasi sosialnya maka didapatkan karakteristik sebagai berikut:
1.    Kelompok primer, relasi antar anggotanya rapat dan bertatapmuka secara langsung, serta memiliki tujuan dan tradisi yang sama. Contoh dari kelompok ini biasanya merujuk pada masyarakat pra-industri.
2.  Kelompok sekunder, relasi antar anggotanya lebih spesifik (misal hubungan dagang, pekerjaan kantor), impersonal, dan instrumental. Relasi sosial hanya melibatkan sebagian dari jumlah individu dalam kelompok tersebut. Contoh dari kelompok gesselschaft biasanya terkait dengan proses perindustrian.
Max Weber mengaitkan kedua konsep gemeinschaft dan gesselschaft dengan proses integrasi para pelaku sosial. Jika proses integrasi tersebut mengakibatkan gemeinschaft maka dasar dari kelompok adalah perasaan kebersamaan atau perasaan yang motivasinya bercorak efektif atau tradisi. Jika  proses integrasi mewujudkan gesselschaft maka motivasi tingkah laku sosial melibatkan perkiraan atau relasi kepentingan.


E.2.      ASOSIASI
Asosiasi merupakan penggabungan individu atau kelompok yang dibentuk untuk memenuhi suatu kepentingan tertentu. Suatu kelompok dikatakan asosiasi bila memiliki kepentingan dan tujuan terfokus untuk jangka waktu tertentu (jangka pendek ataupun jangka panjang). Asosiasi dibentuk juga untuk melindungi kepentingan dari individu-individu anggota asosiasi. Dalam hal keanggotaannya, asosiasi bersifat formal dan memiliki ciri struktur sebagaimana organisasi modern.
Dalam konteks kepentingan, tujuan, dan perlindungan terhadap kepentingan suatu asosiasi terlebih dahulu dirumuskan apa yang menjadi kepentinga dan tujuan utama. Sebagai ilustrasi, untuk memajukan suatu olah raga, sepakbola misalnya, pihak-pihak yang berkepentingan memajukan sepak bola menghimpun dirinya dalam suatu wadah. Tidak hanya individu, tetapi pada kenyataannya merupakan juga gabungan dari suatu kelompok yang berhimpun mewujudkan tujuannya. Lihat  PSSI (Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia) yang anggotanya terdiri dari individu-individu sebagai perwakilan kelompok sepakbola di daerah-daerah di Indonesia.

F.             KEKERABATAN
Istilah kekerabatan (kinship) mengandung pengertian sebuah jaringan hubungan kompleks berdasarkan hubungan darah atau perkawinan. Berdasarkan hubungan darah dapat diambil pengertian bahwa seseorang dinyatakan sebagai kerabat bila memiliki pertalian atau ikatan darah dengan seseorang lainnya. Contoh kongkrit dari hubungan berdasarkan pertalian darah adalah kakak-adik sekandung. Selain dari hubungan darah, kekerabatan juga terbentuk karena perkawinan, yakni seseorang menjadi kerabat bagi yang lain atas ikatan perkawinan yang dilakukan oleh saudaranya. Contoh kongkrit dari hubungan atas perkawinan misalnya kakak atau adik ipar, bibi yang dinikahi oleh adik ibu.
Pada prinsipnya proses pengelompokkan manusia yang paling awal dan paling sederhana adalah kekerabatan. Pengelompokan manusia dalam unit terkecil atau keluarga merupakan manifestasi hubungan kekerabatan. Perkembangan jumlah manusia yang semakin besar membuat hubungan kekerabatan meluas hingga pada tahap antar kerabat tidak dapat mengidentifikasi kerabat-kerabat jauh mereka.
Hubungan kita dengan kerabat tampak jelas pada suatu kesempatan istimewa, seperti pada hari lebaran, hari natal, atau hari ulang tahun. Kerabat juga akan tampak dalam hubungan yang abstrak dan menampakkan fisik dirinya dalam kesempatan-kesempatan istimewa tersebut, termasuk pada berbagai peristiwa penting di dalam kehidupan kita – perrnikahan atau pemakaman.
Kekerabatan dapat berfungsi sebagai jaringan atau kelompok kerja. Mobilisasi kekerabatan dinyatakan untuk mendapatkan dukungan atau bantuan tatkala menyelenggarakan suatu acara selamatan atau upacara duka misalnya. Hampir pada semua masyarakat, mobilisasi tersebut dihimpun dari jaringan kekerabatan dan kerabat perkawinan. Bilamana para kerabat atau beberapa orang dari lingkungan dekat terhimpun di sekitar seseorang, secara konseptual dikenal sebagai kategori budaya yang khas, di sebut sanak saudara atau handai taulan.

F.1. SISTEM KETURUNAN
Kekerabatan yang didasarkan pada pertalian darah dan sistem perkawinan menghasilkan sistem keturunan. Keturunan merupakan upaya pokok manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat di muka bumi. Kelangsungan hidup tersebut membutuhkan keteraturan-keteraturan dan ketentuan-ketentuan dalam sistem keturunan. Pengaturan-pengaturan sistem keturunan tersebut dapat kita bagi menjadi tiga bagian besar yang kemudian memberikan corak pada peran-peran individu dalam suatu sistem kekerabatan.
a.       Sistem Kekerabatan Patrilineal
Sistem ini mengacu pada pengertian bahwa keturunan didasarkan pada garis laki-laki atau ayah. Suatu klan yang menganut sistem patrilineal, bagaimanapun, terdiri dari anggota laki-laki dan perempuan. Tetapi perlu diperhatikan bahwa hak-hak penerusan klan dan termasuk pewarisan hartanya  berpusat pada kaum laki-laki. Contoh paling kongkret dalam sistem ini adalah pada etnis Batak yang memiliki nama klan (marga). Penerusan nama marga diberikan kepada anak laki-laki. Walaupun seorang perempuan juga diberi nama klan (boru) tetapi setelah ia menikah dengan laki-laki dari klan lain, anak dari perempuan tersebut akan diberi nama klan dari ayahnya.

b.      Sistem Kekerabatan Matrilineal
Sistem matrilineal mengacu pada pengertian bahwa keturunan didasarkan pada garis perempuan atau ibu. Laki-laki anggota suatu masyarakat bersistem matrilineal memiliki kecenderungan keluar dari klannya. Berbeda dengan patrilineal, hak-hak penguasaan dan penerusan kehidupan klan berpusat di  pihak perempuan. Contoh masyarakat penganut sistem matrilineal adalah etnis Minangkabau; walaupun pengaturan hak-hak waris tidak serta merta merupakan “otoritas ibu”, melainkan peran mamak sangat dominan dalam penentuan hak-hak klan.

c.       Sistem Kekerabatan Bilineal/Bilateral
Bilineal atau bilateral mengandung pengertian bahwa keturunan di dasarkan pada dua garis, yaitu dari pihak laki-laki dan pihak perempuan. Seseorang yang hidup dalam sistem bilineal diakui kekerabatannya oleh pihak bapak dan juga pihak ibunya. Hak-hak penerusan kehidupan kelompok tidak secara tegas dipusatkan pada anak laki-laki atau perempuan, terkecuali konsepsi bahwa laki-laki merupakan tulang punggung keluarga yang berkewajiban melindungi anggota keluarga atau klan.

F.2.      ADAT  MENETAP PASCA PERKAWINAN
Dalam menganalisa suatu sistem kekerabatan, hal yang penting untuk diketahui adalah lokasi bermukim pasca perkawinan. Lokasi bermukim ini menunjukkan bahwa penerimaan anggota baru suatu keluarga dianggap menjadi anggota dari keluarga tertentu. Koentjaraningrat (1981:102) menyatakan setidaknya ada 7 (tujuh) kemungkinan adat menetap pascaperkawinan:
1.    Utrolokal, memberi kemerdekaan bagi pengantin baru untuk menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami atau di sekitar pusat kediaman kaum kerabat isteri.
2.      Virilokal, menentukan bahwa pengantin baru menetap sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami.
3.      Uxorilokal, menentukan bahwa pengantin baru menetap sekitar pusat kediaman kaum kerabat isteri.
4.      Bilokal, menentukan pengantin baru harus tinggal berganti-ganti, pada suatu waktu di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami, pada masa lain di sekitar pusat kediaman kaum kerabat isteri.
5.  Neolokal, menentukan pengantin baru tinggal sendiri di tempat kediaman yang baru, tidak mengelompok di sekitar tempat kediaman kerabat suami maupun isteri.
6.      Avunkulokal, menentukan pengantin baru tinggal menetap di sekitar tempat kediaman saudara laki-laki ibu (avunculus) dari pihak pengantin laki-laki.
7.      Natolokal, menentukan pengantin baru tinggal terpisah, suami di sekitar kediaman kaum kerabatnya sendiri, isteri di sekitar kediaman kaum kerabatnya sendiri pula.

F.3.      RUMAH TANGGA DAN KELUARGA
Sebagai akibat dari perkawinan membuat suatu kesatuan sosial yang disebut rumah tangga (household). Suatu rumah tangga sering terdiri dari satu keluarga inti saja (ayah, ibu, dan anak); tetapi bisa juga terdiri lebih dari satu, misalnya dua atau tiga keluarga dalam suatu rumah tangga. Di kota-kota besar, seperti Jakarta, di mana sulit didapat perumahan, sering terdapat anggota satu rumah tangga terdiri dari beberapa keluarga atau juga beberapa generasi. Demikianpula pada masyarakat yang bermukim di daerah permukiman kumuh (slum area), dalam satu rumah petak yang kecil berdiam lebih dari satu keluarga.
Konsep rumah tangga merujuk sejumlah individu yang saling terikat dalam aktifitas produksi, konsumsi, distribusi dan reproduksi (Ember dan Ember, 1992:272-275; dan Yanagisako, 1979:164-165). Anggota rumah tangga merupakan unit-unit ekonomi dalam mengalokasikan kebutuhan-kebutuhan dan konsumsi rumah tangga. Artinya setiap anggota keluarga memiliki nilai-nilai ekonomis yang saling terikat bersama anggota keluarga lainnya.
Keluarga merupakan kelompok kekerabatan, terbagi atas keluarga inti (nuclear  family) dan keluarga luas (extended family). Konsep keluarga inti mengacu pada  pengertian suatu kelompok yang hanya terdiri dari seorang suami, seorang isteri, dan anak-anak yang belum kawin. Konsep keluarga inti atau keluarga batih  yang paling sederhana dibangun atas dasar perkawinan tunggal (monogami). Keluarga inti pun ada yang terdiri dari seorang ayah dengan banyak isteri (poligami). Secara khusus keluarga yang terbangun atas seorang suami dengan banyak isteri diistilahkan sebagai poligini. Sebaliknya keluarga inti yang dibangun oleh seorang isteri tetapi lebih dari seorang suami di istilahkan sebagai poliandri.
Suatu gejala yang sekarang banyak dijumpai di banyak daerah di dunia adalah keluarga-keluarga inti yang tak lengkap, tetapi tetap berfungsi secara utuh. Keluarga-keluarga inti serupa itu biasanya terdiri dari ibu dan anak (single parent), sedangkan ayahnya tidak ada karena berbagai sebab, perceraian atau kematian, atau tidak diketahui keberadaannya. Walaupun tidak dilengkapi ayah, keluarga tersebut berfungsi dengan normal sebagaimana keluarga inti lengkap. Keluarga semacam ini disebut keluarga matrifokal.

G.           ORGANISASI FORMAL DAN ORGANISASI NON FORMAL
Organisasi dibentuk untuk wadah bekerja dalam mencapai tujuan atau sasaran. Bila organisasi terbentuk, diasumsikan organisasi tersebut merupakan identitas tersendiri yang khusus (Soekanto, 2003:136). Kelangsungan hidup suatu organisasi biasanya berjalan lama, meski terjadi perubahan-perubahan di dalam tubuh organisasi, secara spesifik perubahan tersebut tidak mengubah identitas yang menjadi strukturnya.
Unsur-unsur organisasi merupakan bagian-bagian fungsional yang saling berhubungan. Tenaga kerja sebuah perusahaan, misalnya, mengorganisasikan diri untuk mencapai tujuan meningkatkan kesejahteraan dirinya terkait pula dengan pihak manajemen puncak dalam mementingkan kebutuhan perusahaan.  Usaha-usaha kolektif para anggota organisasi disebut sebagai hal-hal yang bersifat formal, didasarkan pada organisasi yang memperjuangkan kepentingan bersama.
Kriteria rumusan organisasi formal atau formal group menurut Seokanto (2003: 137) adalah keberadaan tata cara untuk memobilisasikan dan mengkoordinasikan  usaha-usaha, yang mencapai tujuan-tujuan berdasarkan bagian-bagian organisasi yang bersifat spesialisasi. Organisasi formal ditegakkan pada landasan mekanisme administratif yang tersusun atas staf-staf administratif. Staf-staf inilah yang bertugas dan bertanggung jawab terhadap pemeliharaan organisasi dan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan organisasi. Bandingkan hal tersebut dengan staf pengurus OSIS, BEM, atau suatu event organizer!  Semacam ini biasa disebutkan sebagai birokrasi.
Max Weber dalam Soekanto (2003:139) mengemukakan ciri-ciri birokrasi. Menurut Weber ciri dari birokras adalah suatu idealitas atau cita-cita. Kriteria fungsi didasarkan pada berpikir rasional dan pelaksanaan administrasi yang efisien. Pelaksanaan efektif didasarkan pada pembagian pertanggung jawab spesialisasi dan pembagian kerja. Dengan demikian organisasi formal merupakan kelompok-kelompok yang memiliki peraturan-peraturan yang tegas dan dengan sengaja diciptakan oleh anggotanya untuk mengatur hubungan antar anggota-anggotanya.
Berbeda dengan organisasi formal, organisasi non formal atau kelompok non formal tidak memiliki struktur tertentu.  Terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang berulang kali dan menjadi dasar bagi bertemunya kepentingan-kepentingan dan pengalaman yang sama. Contohnya adalah klik (clique), suatu kelompok kecil tanpa struktur formal yang sering terdapat dalam kelompok besar, ditandai dengan sifat “antara kita” saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar